Gak Perlu Tokopedia, Tetap Bisa Jualan 2025 » Dashofinsight


Jujur aja ya, waktu pertama kali saya dengar istilah “bisnis informasi”, saya langsung mikir, “Ini maksudnya jualan berita ya? Atau kayak wartawan gitu?” Ternyata bukan.

Bisnis informasi itu sederhananya adalah menjual pengetahuan, pengalaman, atau keahlian kita ke orang lain yang membutuhkannya. Itu bisa dalam bentuk ebook, webinar, kursus online, konsultasi, podcast, bahkan newsletter berbayar.

Yang dijual? Bussiness Informasi.
Modalnya? Otak, pengalaman, dan keinginan buat bantu orang.
Biayanya? Bisa nyaris nol rupiah kalau kamu udah punya laptop sama koneksi internet.

Dulu saya kira harus punya toko, stok barang, atau minimal warung kopi buat bisa buka usaha. Tapi ternyata enggak. Saya mulai dari hal yang saya tahu: cara bikin blog yang SEO-nya jalan. Terus saya kemas dalam bentuk kursus kecil-kecilan pakai Google Docs dan Zoom. Hasilnya? Uang jajan tambahan per bulan. Dan makin ke sini, makin serius.

“Kenapa Bisnis Informasi Layak Dicoba?”

PENTING NYA SISTEM INFORMASI DI ERA INDUSTRI DIGITAL :: Kuliah KaryawanPENTING NYA SISTEM INFORMASI DI ERA INDUSTRI DIGITAL :: Kuliah Karyawan

Ini bagian yang bikin saya semangat. Kenapa? Karena bisnis informasi itu cocok banget buat kompas:

  1. Orang yang suka ngajar.

  2. Yang pernah ngalamin trial-error dalam hidup.

  3. Yang ngerti satu hal secara mendalam.

Kamu nggak harus jadi profesor. Kadang malah pengalaman gagal kita bisa jadi pelajaran berharga buat orang lain.

Contoh nyata:
Saya pernah gagal total pas bikin campaign iklan Facebook. Uang habis, hasil nol. Tapi justru dari kegagalan itu, saya tulis di blog, saya rangkum di video, dan ternyata… orang banyak yang baca dan nonton. Lalu saya bikin mini e-course: “5 Kesalahan Iklan Facebook yang Harus Dihindari” — dan laku.

Artinya, gagal pun bisa dijual, asal dikemas jadi pelajaran.

Selain itu, Bisnis Informasi:

  • Skalabel. Bayangin, bikin satu kali video, bisa ditonton ratusan orang tanpa perlu capek ngulang.

  • Fleksibel. Mau kerja dari rumah, pantai, atau warung kopi? Bisa.

  • Ramah usia. Nggak butuh muda atau tua, asal bisa komunikasi dan bantu orang.

“Apakah Bisnis Informasi Relevan di Indonesia?”

Nah ini pertanyaan yang sering banget muncul. Apakah Indonesia siap?
Jawaban pendeknya: YA. Bahkan sekarang adalah waktu terbaik.

Coba lihat deh:

  • Kelas online makin booming. Dari Skill Academy, Zenius, sampai platform lokal yang spesifik.

  • Orang makin cari solusi instan di internet.

  • Banyak yang rela bayar asal masalahnya beres, cepat, dan bisa dipraktikkan.

Contohnya:

  • Seorang ibu rumah tangga bikin kelas MPASI online. Laku keras.

  • Teman saya ngajarin Excel dasar lewat grup Telegram, dan dia punya 2.000+ peserta berbayar.

  • Bahkan ada yang ngajarin cara beternak lele dari rumah lewat PDF. Dan dibeli orang.

Pasar di Indonesia itu besar banget, dan belum jenuh. Selama kita tahu masalah yang dihadapi orang, dan bisa kasih solusi, kita bisa bikin produk informasi.

“Kesalahan Saya Saat Pertama Coba Bisnis Informasi”

Manfaat Teknologi Informasi untuk Kesuksesan Bisnis - IDS Digital CollegeManfaat Teknologi Informasi untuk Kesuksesan Bisnis - IDS Digital College

Oke, saya akui, dulu saya terlalu idealis.
Saya bikin ebook 70 halaman, desainnya cakep, lengkap banget. Tapi… nggak ada yang beli.
Kenapa?

Karena saya nggak dengerin audiens saya.
Saya cuma mikir dari sisi saya: apa yang saya mau kasih, bukan apa yang mereka butuh.

Akhirnya saya belajar riset audiens. Nanya langsung:

Setelah itu saya bikin ulang. Lebih singkat. Praktis. Tambah worksheet dan video. Dan ternyata… baru laku.

Dari situ saya belajar:

  1. Jangan mulai dari produk, mulai dari masalah orang.

  2. Nggak usah nunggu sempurna. Mulai aja dulu, lalu perbaiki sambil jalan.

  3. Dengarkan audiens. Feedback itu emas.

“Tips Praktis Memulai Bisnis Informasi”

Kalau kamu kepikiran buat mulai juga, ini tips dari pengalaman pribadi saya:

  1. Tentukan niche kamu.
    Apa yang kamu tahu lebih dalam dari orang kebanyakan? Parenting? Teknologi? Keuangan? Kerajinan tangan?

  2. Uji minat pasar.
    Posting di grup, buat polling, tanya lewat story Instagram. Cari tahu, orang mau nggak belajar topik itu.

  3. Buat MVP (Minimum Viable Product).
    Nggak usah langsung besar. Mulai dari ebook 10 halaman, video Zoom 1 jam, atau template PDF.

  4. Gunakan platform gratis dulu.
    Google Docs, Canva, Zoom, Telegram — semua bisa dipakai buat mulai.

  5. Bangun audiens pelan-pelan.
    Lewat blog, YouTube, TikTok, atau newsletter. Berbagi tips gratis. Bangun kepercayaan.

  6. Tawarkan produk secara etis.
    Jangan maksa jualan. Fokus bantu dulu. Penjualan akan ikut kalau orang percaya sama kamu.

“Pelajaran Terbesar yang Saya Dapat”

Yang paling berkesan dari semua ini adalah:
“Ilmu itu nggak harus disimpan sendiri.”

Dulu saya ragu, takut dianggap sok tahu. Tapi ternyata, saat saya mulai berbagi pengalaman saya, orang malah senang. Mereka merasa terbantu.

Dan bisnis informasi bukan cuma soal uang.
Itu soal memberdayakan orang lain lewat pengalaman kita.
Itu soal bikin dampak, walau dari balik layar.

Kadang saya dapat DM dari peserta yang bilang:
“Makasih mas, saya jadi ngerti cara bikin blog. Sekarang tulisan saya bisa muncul di Google.”
Atau:
“Saya jadi pede ngajar online juga setelah ikut kelas mas.”

Itu rasanya… priceless. Lebih dari sekadar cuan.

Contoh Nyata Bisnis Informasi dari Indonesia”

Kamu pasti lebih yakin kalau lihat contohnya kan? Nih, saya kasih beberapa studi kasus nyata dari Indonesia, yang membuktikan bahwa bisnis informasi bukan cuma teori:

1. Sabda PS – Ahli Excel yang Jadi Miliarder Digital

Pak Sabda awalnya cuma suka Excel dan ngulik-ngulik rumus. Tapi dia sadar bahwa banyak orang bingung banget soal Excel dasar maupun lanjutan.
Apa yang dia lakukan?

Sekarang dia punya brand Kelas Excel, dan sudah punya ribuan murid — dari karyawan, pelajar, sampai HRD perusahaan besar. Modalnya cuma ilmu dan konsistensi.

2. Ibu Rumah Tangga yang Bikin Kelas MPASI Online

Namanya Mbak Dinda. Dia awalnya cuma suka berbagi resep MPASI sehat di Instagram. Lalu dia sadar, banyak ibu-ibu baru bingung mulai dari mana soal makanan pendamping ASI.
Dia kemas itu jadi:

Dan luar biasanya, beliau bisa jualan sampai 100+ paket per bulan, karena masalah yang dia selesaikan itu relatable banget buat ibu muda.

3. Kakak Mahasiswa yang Jago TOEFL dan Bikin Grup Belajar

Satu lagi contoh ringan. Teman saya, mahasiswa S2, punya skor TOEFL tinggi. Dia gabung ke grup Facebook, lalu mulai bantu jawab pertanyaan.
Lama-lama dia bikin:

Bayarnya? 50 ribu – 150 ribu per peserta. Tapi pesertanya 20-30 orang tiap batch, rutin. Buat mahasiswa, itu udah lebih dari cukup buat hidup nyaman di Jogja atau Malang.

Baca juga artikel menarik lainnya tentang Website vs Marketplace: Pengalaman Jualan Online & Pilihan yang Paling Efektif disini



Source link

Author Profile
Managing Director at Bitlance Tech Hub | 09158211119 | [email protected] | Web

Anurag Dhole is a seasoned journalist and content writer with a passion for delivering timely, accurate, and engaging stories. With over 8 years of experience in digital media, she covers a wide range of topics—from breaking news and politics to business insights and cultural trends. Jane's writing style blends clarity with depth, aiming to inform and inspire readers in a fast-paced media landscape. When she’s not chasing stories, she’s likely reading investigative features or exploring local cafés for her next writing spot.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *