Saya inget betul waktu pertama kali lihat Tari Golek Menak. Itu bukan di panggung megah atau acara besar, tapi di pendopo kecil desa waktu ada pentas seni. Suasananya sederhana, tapi pas penari itu mulai bergerak, jujur aja, saya langsung merinding. Gerakannya pelan tapi penuh wibawa, seolah tiap tarikan tangan punya cerita.
Ternyata tarian ini berasal dari Culture keraton Yogyakarta, diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Uniknya, Tari Golek Menak ini ngambil inspirasi dari cerita-cerita Menak, yaitu kisah para pahlawan Islam yang diadaptasi ke budaya Jawa.
Dan tahu nggak, ini bukan tarian biasa. Ini bukan cuma soal estetika, tapi soal karakter. Tari Golek Menak ngajarin tentang keteguhan, kepemimpinan, dan nilai moral, lewat gerakan tubuh. Dalam diam, tarian ini bicara banyak.
Keindahan Tari Golek Menak: Detail yang Bikin Terpukau
Saya suka banget sama bagaimana Tari Golek Menak bisa “bicara” tanpa suara. Gerakannya lembut, tapi tegas. Ada semacam ketenangan batin yang memancar dari tiap penari. Coba perhatiin deh: mata mereka fokus, tangan mereka lentik tapi gak asal gerak. Semua penuh kontrol. Kayak mereka masuk ke dalam tokoh yang diperankan gramedia
Biasanya yang ditampilkan itu tokoh Umarmaya dan Umarmadi, dua pangeran dari kisah Menak. Tokoh-tokoh ini bukan cuma gagah, tapi juga penuh integritas. Itu yang bikin tarian ini beda dari sekadar joget atau pertunjukan biasa.
Dan jangan lupakan kostum dan riasan mereka. Gemerlap tapi tetap anggun. Ada corak khas keraton, warna-warna emas, merah marun, dan ungu tua. Tiap detail kostum itu mewakili status tokoh dan kekuatan batin mereka.
Kalau kamu pecinta seni visual, kamu bakal jatuh cinta sama komposisi warna, tata gerak, dan narasi nonverbal dalam tarian ini. Serius, ini semacam lukisan hidup yang bergerak.
Mengapa Tari Golek Menak Harus Dilestarikan
Sekarang saya mau bicara sedikit serius, ya. Tari Golek Menak itu harta karun budaya. Tapi, sayangnya, sekarang udah jarang banget tampil di ruang publik. Banyak generasi muda yang malah lebih kenal tarian TikTok daripada tarian keraton yang satu ini.
Padahal, ini bukan cuma soal tarian. Ini soal identitas dan jati diri bangsa. Tari Golek Menak membawa nilai-nilai luhur yang penting untuk generasi sekarang—kayak sabar, berani, jujur, dan tanggung jawab. Kalau tarian ini hilang, bukan cuma seni yang lenyap, tapi juga nilai-nilai yang dibawanya.
Saya percaya banget bahwa pelestarian budaya itu bukan tugas pemerintah doang. Itu tugas kita semua—guru, pelajar, seniman, bahkan blogger seperti kamu yang baca tulisan ini. Kalau kamu bisa nulis tentang Tari Golek Menak, atau sekadar share video tarian ini ke teman, itu udah langkah konkret untuk pelestarian.
Tips Mempelajari Tari Golek Menak
Kalau kamu pengin belajar Tari Golek Menak, saya punya beberapa tips yang bisa membantu. Ini bukan tarian yang bisa dikuasai dalam seminggu, tapi bukan berarti gak bisa.
Pertama, pahami dulu ceritanya. Tari Golek Menak gak cuma soal gerakan. Ini tentang memerankan tokoh. Kalau kamu tahu siapa itu Umarmaya atau Dewi Retno, kamu akan lebih mudah memahami “rasa” dalam gerakannya.
Kedua, cari guru yang paham filosofi Jawa. Jangan asal ikut kursus tari. Cari yang benar-benar mengerti asal-usul tarian ini, terutama dari lingkungan keraton atau sanggar tradisional.
Ketiga, latih kesabaran dan disiplin. Gerakan Tari Golek Menak itu lambat, penuh kontrol, dan butuh kekuatan otot yang stabil. Jangan kaget kalau kamu pegel di minggu pertama. Itu wajar.
Keempat, belajar meditasi atau pernapasan. Ini terdengar agak spiritual, tapi beneran deh. Tari ini butuh konsentrasi tinggi. Meditasi bisa bantu kamu lebih fokus saat latihan.
Dan terakhir, jangan buru-buru. Nikmati prosesnya. Rasakan tiap gerakan. Saya yakin, makin kamu menyelami, makin kamu cinta.
Peran Remaja dalam Melestarikan Tari Golek Menak
Kadang saya sedih lihat anak-anak muda sekarang lebih antusias ikut dance cover K-Pop dibanding nari tradisional. Tapi saya juga gak nyalahin mereka. Mungkin karena tari tradisional dianggap kuno, gak gaul, dan gak viral. Tapi itu semua bisa diubah kok.
Saya pernah ngajarin Tari Golek Menak ke anak SMA, dan awalnya mereka ogah-ogahan. Tapi begitu mereka tahu kisah Umarmaya, mulai tertarik. Bahkan satu kelas bikin pentas kecil waktu perpisahan sekolah. Bangga rasanya lihat mereka tampil dengan percaya diri.
Remaja sekarang punya kekuatan luar biasa. Mereka melek teknologi, bisa bikin konten kreatif, dan punya pengaruh besar di medsos. Bayangin kalau mereka mau bikin reels atau short YouTube soal Tari Golek Menak. Itu bisa jadi viral, dan bukan cuma viral kosong, tapi viral yang berisi.
Jadi kalau kamu remaja yang baca ini, inget: kamu bisa jadi agen pelestari budaya. Mulai dari hal kecil—belajar satu gerakan, share video tari, bikin blog, atau ajak teman nonton pertunjukan tradisional.
Tari Golek Menak di Mata Dunia
Banyak yang gak tahu, tapi Tari Golek Menak udah pernah ditampilkan di berbagai event internasional. Saya pernah ngobrol sama temen yang kerja di pusat kebudayaan di Jerman. Katanya, penonton di sana justru lebih menghargai tarian tradisional kita daripada sebagian orang Indonesia sendiri.
Itu semacam tamparan halus, ya. Tapi juga jadi motivasi.
Menurut saya, justru sekarang saatnya kita promosikan Tari Golek Menak ke dunia luar. Nggak harus nunggu undangan ke luar negeri. Kita bisa mulai dari bikin konten berbahasa Inggris tentang sejarahnya. Atau kolaborasi dengan komunitas tari internasional. Banyak lho channel YouTube luar negeri yang suka eksplorasi budaya Asia Tenggara.
Dan percaya deh, keindahan tari ini universal. Meskipun cerita Menak itu sangat khas Jawa dan Islam, nilai-nilai seperti kejujuran, kepahlawanan, dan kasih sayang bisa diterima siapa saja.
Saatnya Menari Bersama Sejarah
Saya bukan penari profesional. Tapi saya bangga jadi bagian dari orang-orang yang terus bicara soal Tari Golek Menak. Ini bukan soal tampil keren di atas panggung, tapi soal menjaga nyawa dari warisan budaya kita sendiri.
Kalau kamu udah baca sampai sini, berarti kamu juga punya semangat yang sama. Dan semangat itu harus terus menyala. Entah kamu pelajar, blogger, guru, atau siapa pun—yuk, bantu supaya Tari Golek Menak tetap hidup. Bukan cuma di panggung, tapi juga di hati.
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Tari Datun Ngentau: Ketika Jatuh Cinta pada Tarian Dayak yang Luar Biasa Ini disini
Anurag Dhole is a seasoned journalist and content writer with a passion for delivering timely, accurate, and engaging stories. With over 8 years of experience in digital media, she covers a wide range of topics—from breaking news and politics to business insights and cultural trends. Jane's writing style blends clarity with depth, aiming to inform and inspire readers in a fast-paced media landscape. When she’s not chasing stories, she’s likely reading investigative features or exploring local cafés for her next writing spot.